Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَا اجتَمَعَ قَومٌ
في بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتلونَ كِتابَ اللهِ وَيتَدارَسُونَهُ بَينَهُم
إِلا نَزَلَت عَلَيهُم السَّكيْنَة وَغَشِيَتْهم الرَّحمَة وحَفَتهُمُ المَلائِكة
وَذَكَرهُم اللهُ فيمَن عِندَهُ
“Dan tidaklah berkumpul suatu
kaum di salah satu masjid dari masjid-masjid Allah, untuk membaca Al Qur’an
dan mereka saling mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan
diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dan dikelilingi malaikat,
dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan makhluq-makhluq yang ada di
sisi-Nya (para malaikat).” [1]‘
Kata تَدَارُسٌ
tadaarusun jika diwaqaf menjadi
tadaarus berasal dari kata دَرَسَ darasa yang artinya adalah belajar.
Kemudian mengikuti wazan تَفَاعَلَ tafaa’ala, sehingga mauzunnya
menjadi تَدَارَسَ tadaarasa. Fi’il yang mengikuti wazan
ini salah satunya mempunyai arti لِلْمُشَارِكَةِ fa’il (subjek) dan maf’ulnya
(objek) bersamaan dalam melakukan perbuatan, sehingga artinya menjadi saling
mempelajari. Kemudian ditashrif : تَدَارَسَ –
يَتَدَارَسُ – تَدَارُساً
Sehingga mendapatkan kata تَدَارُساً tadaarusan, yang
berkedudukan sebagai mashdar. Sehingga artinya adalah pembelajaran
secara bersama-sama, allohu a’lam.
ٍSeperti yang terdapat pada
kalimat : وَيتَدَارَسُوْنَهُ
بَينَهُم
“Dan mereka saling
mempelajarinya di antara mereka,”
Kata يتَدَارَسُوْنَ
yatadaarasuuna, terdiri dari kata يَتَدَارَسُ yatadaarasu dan dhomir muttashil هُمْ hum (mereka). Sehingga artinya
menjadi mereka saling mempelajari. Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah
menjelaskan maknanya adalah saling mempelajari sebagian mereka dengan
sebagian yang lain.
Sedangkan kalimat : يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ
“Mereka membaca
Kitab Allah (yaitu Al Qur’an).”
Yaitu membaca lafazhnya
dan maknanya. Membaca lafazhnya berarti membaca zhohir dari Al
Qur’an tersebut, sedangkan membaca maknanya berarti membaca apa yang terkandung
dalam Al Qur’an.
Orang yang berkumpul untuk
membaca Al Qur’an ada dua makna :
- Yang pertama, mereka benar-benar dalam rangka
membaca Al Qur’an.
- Yang kedua, mereka dalam rangka mempelajari ilmu
Al Qur’an walaupun tidak membacanya. [3]‘
Kata يَتْلُو
dalam kedudukan
tashrif menduduki tempat ke dua yaitu sebagai fi’il mudhori’ (kata kerja
sekarang/akan datang) : تَلَى – يَتْلُو –
تِلاَوَةً
Maka didapatkan kata تِلاَوَةٌ tilaawah sebagai mashdar, yang
secara tekstual bisa diartikan pembacaan.
Asy Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa tilaawah
al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :
- Tilaawah hukmiyyah,
yaitu membenarkan segala khabar dari Al Qur’an dan melakukan segala ketetapan
hukumnya dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi
larangan-laranganNya.
- Tilaawah lafzhiyyah,
yaitu membacanya (zhohir ayatnya-ed). Telah banyak dalil-dalil yang menerangkan
keutamaannya, baik keseluruhan Al Qur’an, atau surat tertentu atau ayat
tertentu. [4]
Dijelaskan oleh Asy Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Syarh Al
Arba’in An Nawawiyah ketika menjelaskan hadits di atas, bahwa orang yang
berkumpul untuk membaca Al Qur’an yaitu yang benar-benar dalam rangka
membaca lafazh Al Qur’an ada 3 keadaan :
·
Mereka membaca Al Qur’an bersama-sama dengan satu
mulut dan satu suara. Jika untuk pengajaran maka ini diperbolehkan,
sebagaimana seorang guru membaca satu ayat kemudian diikuti oleh murid-muridnya
dengan satu suara. Jika digunakan untuk perkara ibadah maka itu bid’ah,
karena hal yang demikian tidak diriwayatkan dari shahabat ataupun dari tabi’in.
·
Mereka berkumpul, kemudian salah seorang membaca
dan yang lain menyimak, kemudian yang kedua bergantian membaca, kemudian
yang ketiga, kemudian yang keempat dan seterusnya sampai semuanya mendapat
giliran membaca. Kondisi ini ada 2 bentuk :
1. Mengulang-ulang bacaan yang
sama. Misalnya yang
pertama membaca satu halaman, kemudian yang kedua membaca halaman yang sama,
kemudian yang ketiga membaca halaman yang sama dan seterusnya, maka ini
diperbolehkan. Terutama bagi para penghafal Al Qur’an yang ingin memperkokoh
hafalannya.
2. Membaca bacaan yang berbeda. Misalnya yang pertama
membaca bacaan yang pertama, kemudian yang kedua membaca bacaan yang lain, maka
ini juga diperbolehkan.
Sebagaimana ulama kami dan
masyayikh kami melakukan hal ini, misalnya yang pertama membaca surat Al
Baqarah, yang kedua membaca surat yang kedua, yang ketiga membaca surat yang
ketiga, dan seterusnya. Salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkan. Dan
bagi yang mendengarkan hukumnya sama dengan yang membaca dalam hal pahalanya.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Harun
‘alaihimassalam :قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا
“Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, maka tetaplah kamu berdua pada jalan yang
lurus.” [Yunus : 89]
Dan doa Nabi Musa ‘alaihissalam sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ
وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالاً فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا
عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ
فَلا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ* قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ
دَعْوَتُكُمَا
Musa berkata : “Ya Tuhan
kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka
kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami
akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami,
binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka
tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” Allah berfirman :
“Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua.” [Yunus :
88-89]
Disebutkan bahwasannya ketika
itu Nabi Musa berdoa dan Nabi Harun mengaminkan doa Nabi Musa. Dan ini yang
disyari’atkan bagi seseorang yang mendengarkan bacaan seorang pembaca Al
Qur’an, jika pembaca tadi sujud maka si pendengar juga ikut sujud.
·
Mereka berkumpul, setiap orang membaca untuk
dirinya sendiri, dan yang lain tidak mendengarkannya. Dan ini yang terjadi
sekarang, didapati orang-orang di dalam masjid, semuanya membaca untuk dirinya
sendiri dan yang lain tidak mendengarkannya.
Sehingga kalau hanya membaca
Al Qur’an saja tanpa membahas kandungan yang terdapat di dalam Al Qur’an, tidak
disebut dengan tadaarus, akan tetapi disebut dengan
تِلاَوَةُ الْقُرْآن tilaawatul
qur’an (membaca al
qur’an).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan